2013 Dalam Pena #1


sumber foto: bunga
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (al ‘ashr 2-3)

Saat ini di luar sana masih belum berhenti lolongan bunga api menyembur ke cakrawala kota Medan, saya masih juga terpekur di dalam kamar. Mencoba membunuh waktu agar sedikitpun tidak membersamai perayaan yang diajarkan oleh modernitas ini. Perayaan yang seringkali berujung sia-sia, dan tak sedikit berujung maksiat. Saya bahkan mencoba menghindari perayaan yang diadakan oleh teman-teman satu rumah saya di atap paling atas rumah ini. Saya mencoba memeluk malam bersama buku karangan Iwan Setyawan dan berharap kesadaran saya terbunuh seiring dengan lamat-lamat sang waktu bergerak. Tapi nampaknya malam ini saya harus sedikit menggerutu karena dentuman bunga api di luar sana tak juga surut, sehingga kesadaran saya terus saja duduk di pelupuk mata dan membuat saya tak jua berhasil pulas.

Suara dentuman ini saling bersahutan, mengerikan kalau seandainya yang bersuara seperti itu bukan kembang api tapi justru rudal Israel atau bom kiriman rezim Bashar Al-Asad. Saya jadi membayangkan bagaimana kondisi saudara-saudara muslim di sana, bertindih malam sambil berselimut ketakutan (meski sebenarnya mereka merindu syahid, tapi naluri manusia tak bisa dibunuh dengan mudah). Lalu jauh ribuan kilometer dari sana, di negeri dengan penduduk islam terbanyak ini (seharusnya sudah bisa disebut sebagai negeri muslim, karena kalau anda melihat seorang yang kulitnya mayoritas hitam, kemudian sedikit putihnya maka anda tetap menyebut kulitnya hitam), puluhan juta orang sedang terkikik dengan suasana meriah (fana) yang mereka ciptakan, bersuka ria dan mengahmbur-hamburkan. Menyayat nurani.

Saya coba terus tidak menghiraukan semua perayaan itu, saya terus mendekam diri dalam kamar, mencari beberapa ativitas yang lebih bermanfaat. Membaca buku, mendengar tilawah, atau murajaah. Lalu beberapa jenak mencoba terlelap. Gagal, kemudian saya ulangi membaca buku. Teman saya ada yang mencoba turun untuk mengajak bergabung dalam perayaan kecil yang sedang mereka lakukan, tapi saya mencoba memberi pengertian bahwa saya sedang ingin tidur. Bukan karena saya tidak menyukai momen kebersamaan ini tapi hanya ingin melatih diri ini untuk tidak ikut merayakan perayaan yang sama sekali tidak tersimpan nilai manfaat atau nafas islam di dalamnya. Bukankah saya ingin kelak keluarga saya, dan anak-anak saya jua tidak merayakan hal seperti ini? Maka saya harus melatihnya dari sekarang.

Sebenarnya malam ini ada program nasional yang digagas untuk melawan arus kebiasaan tidak baik pada setiap tahun baru yang ada, yaitu dengan tilawah dari jam 11 hingga jam 1 dini hari. Tilawah satu tahun. begitu istilah tenarnya. Atau lebih dipopuliskan dengan tagar #indonesiamengaji. Tapi saya sudah menyimpan mushaf saya semenjak selesai tadi 1 juz hari ini. Saya ingin meluangkan waktu untuk menikmati fantasi berpikir saya, mencoba merenungkan setahun ini apa saja yang sudah saya lakukan lalu apa saja yang harus saya perbaiki. Dalam konteks ini saya tidak sedang ikut merayakan tahun baru dengan cara-cara yang diharapkan oleh para liberalis tapi saya akan mengambil manfaat momen yang cukup tepat untuk kembali bermuhasabah atas setiap yang sudah saya goreskan selama setahun lalu.

1 januari 2013 saya masih sangat ingat, ketika itu saya merayakannya. Saya dan teman-teman satu rumah mengadakan pesta bakar-bakar daging dan minum-minuman kaleng, (juga) di lantai paling atas rumah kami yang memang sedianya sebagai tempat jemuran, jadi hanya beratapkan langit. Kami melewati malam pergantian tahun sambil menikmati mekar kembang api di sekeliling kami. Itu seperti menatap seorang pelukis sedang berdiri di setiap sudut langit malam, lalu mengambil warna-warni cat dan melemparkannya ke kanvas cakrawala. Hanya saja setiap lemparan tempiasnya diiringi dentuman. Indah, tapi ternyata sia-sia karena yang dibakar itu adalah uang ratusan juta bahkan miliran rupiah yang mungkin jika indonesia mau berpuasa pesta kembang api malam itu dan kemudian membangun jembatan dari sumatera ke papua, saya rasa itu cukup.

Saya cukup menyesali perayaan itu dan kemudian memutuskan malam ini tidak lagi terjebak. Tidak akan!

Januari 2013 saya awali dengan cukup baik, setelah menyelesaikan aktivitas perkuliahan saya, termasuk di dalamnya ujian akhir semester dan lain sebagainya. Saya membukukan IP yang ‘cukup’ memuaskan (jika tidak bisa disebut memuaskan, karena belum menyentuh angka 3 juga :D).

Libur Tiba. Saya melanjutkan mengisi liburan saya dengan bekerja full time di sebuah perusahaan periklanan. Tugasnya mudah, yaitu meningkatkan nilai elektabilitas seseorang. Saya bekerja selama sekitar 2 bulan lebih dan mendapat banyak sekali pengalaman jua beberapa sahabat baru. Saya paling muda di sana (dan paling ganteng menurut saya ^^ -abaikan). Saat itu momen Pemilukada Sumatera Utara. Dan akhirnya saya dan team menyelesaikan tugas dengan cukup baik, terbukti dengan menangnya calon yang kami coba naikkan elektabilitasnya. Kerja ini cukup eksklusif bagi saya karena dihargai 2 ikat setengah plus uang makan. Sungguh pendapatan yang sangat luar biasa bagi seorang mahasiswa tingkat menengah seperti saya, belum memiliki tanggungan.

Lanjut masih cerita 2013 saya lanjutkan dengan event yang cukup besar di kampus universitas sumatera utara yaitu FSLDKD (Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus Daerah) Sumatera Utara. Dalam event besar ini saya bertugas sebagai tim publikasi dan juga mengikuti sayembara untuk membuat logo acara tersebut. Dan dalam acara yang berlangsung sekitar bulan maret tersebut saya dipercaya untuk menjadi pemandu acara bersama dengan seorang sahabat saya. Ini adalah pengalaman kesekian saya menjadi MC (Master of Ceremony) dari sebuah acara di kampus ini. Hanya saja ini menjadi cukup spesial karena tingkat acaranya se-sumatera utara. Dan juga dalam acara ini saya memenangkan sayembara logo acara tersebut. Sungguh sebuah pencapaian yang berharga bagi saya sebenarnya. Hanya saja mungkin kurang bergengsi jika dibandingkan dengan pemenang call for paper tingkat nasional atau pemenang kompetisi wirausaha. Tapi tetap saja saya bangga karena konteks kerjanya adalah untuk berdakwah. Saya tetap dapat tersenyum mengenangnya.

Beberapa bulan kemudian setelah pagelaran FSLDKD tersebut, sebenarnya banyak momen yang saya lewati bersama dengan teman-teman senafas perjuangan saya di kampus universitas sumatera utara. Tapi yang menjadi kembali menggelitik ingatan saya adalah ketika saya terpilih sebagai wakil sumatera utara untuk hadir dalam silaturahim nasional FSLDK dan Komite Nasional untuk Rakyat Palestina Indonesia di Jakarta Timur pada bulan juni 2013. Itu adalah kesempatan yang cukup berharga bagi saya, karena semenjak saya berubah status menjadi mahasiswa, mungkin ini adalah event tingkat nasional saya yang pertama. Dan kemudian saya bisa bertemu dengan banyak pejuang dakwah kampus dari seluruh indonesia. Sebenarnya saya bukan orang yang asing dengan acara-acara tingkat nasional, semenjak SMP saya sudah cukup sering mengikutinya. Karena memang latar belakang saya yang sekolah di sekolah tingkat nasional (yang siswanya berasal dari 33 provinsi se-indonesia). Di antaranya saya pernah mendapat juara 2 nasional E-Magz Competition IGOS SUMMIT di jakarta dan menjadi finalis National Programming Contest di ITS Surabaya. Oke kembali ke silatnas, saya berangkat ke jakarta sekitar tanggal 20 juni 2013. Saya tidak sendiri, saya bersama dengan seorang sahabat dari Universitas Negeri Medan.

Kami tiba disana kemudian melakukan perjalanan menuju LPMP Jakarta Timur dan menginap di sana. Dalam perjalanan acaranya, saya dan teman-teman yang lain berkesempatan mendapatkan banyak sekali materi. Mulai dari yang pembahasannya tentang sejarah, politik sampai dakwah yang semuanya tentang palestina. Cerita tentang pejuang palestina yang begitu luar biasa hingga cerita tentang israel yang begitu keji. Selain itu kami juga diberi banyak sekali penguatan-penguatan melalui games dan simulasi yang mengasikkan. Di penghujung acara kami dibagi menjadi beberapa komisi untuk merumuskan beberapa hal mengenai kerjasama antara FSLDK dengan KNRP. Dan saya di amanahkan untuk menjadi koordinator untuk Komisi Humas dan Media. Nah yang ini benar-benar baru bagi saya, memimpin komisi yang isinya beragam manusia dengan bermacam argumen. Saya sedikit kerepotan pada awalnya, kemudia saya mampu mengkondisikan sehingga kami menghasilkan beberapa kebijakan. Ah seperti anggota dewan rasanya. Hehe. Dan akhirnya acara ini ditutup dengan kunjungan ke KNRP Pusat untuk melihat banyak hal tentang palestina dan membeli beberapa oleh-oleh (yang kalau kita beli sudah termasuk donasi untuk palestina). Dan saya pulang keesokan harinya menuju Medan tentunya dengan mengunjungi beberapa sahabat SMA saya yang kuliah di Universitas Indonesia. Tak lupa saya juga berkeliling UI dan langsung ingin kuliah di sana. (ah kalau ke inggris belum Allah takdirkan kelak, sepertinya saya akan berdoa dan berusaha untuk kampus ini).

#Bersambung

Terima Kasih, Sudah Berkenan Membaca

Jika Manfaat, mari bagikan ^^

Comments

    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment

Bagaimana Menurut mu? :)