Wajah Bercahaya di atas mimbar bercahaya



Corong loudspeaker itu berdengung pertanda sedang ada masalah teknis pada ampli-nya, di ujungnya sedang menggenggam dengan mantap seorang berkacamata, berbadan sedikit tambun. Berusaha menguasai suasana. Bajunya berwarna merah maroon dan bercorak batik khas indonesia. Lulusan mesir yang kelihatan sangat mumpuni, dan baru saja mempersunting seseorang, sehingga lengkaplah kesan yang dibangun. Dia siap memberi materi tentang Izzatul Islam: Kemuliaan Islam. Dia lalu duduk dan siap berbicara

“Alhamdulillah” mic pada loudspeaker itu tiba-tiba berhenti bermasalah

“uhayyikum bittahiyatil islam, tahiyyati fil jannah” dia menyambung dengan suara yang mantap

“Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh”

Seluruh ruangan menggemakan suaranya yang tegas dan mantap. Memecah dengungan suara manusia yang berkumpul seperti sekumpulan lebah yang sedang berebut madu pada cangkangnya. Membelah kelopak konsentrasi yang sedang bergumul melawan bosan. Suara tadi laiknya siraman air hangat berkalung cinta, menyejukkan.

“saya ingin mengatakan dulu, bahwa saya mencintai antum semua karena Allah, dan saya melihat cahaya berpendar pada wajah-wajah antum yang hadir di dalam ruangan ini”

Peserta terhenyak dan mendengar dengan seksama setiap jenak ucapan lelaki ini.

***
“Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah itu ada beberapa orang yang bukan golongan nabi dan syuhada, namun para nabi dan syuhada menginginkan keadaan seperti mereka, karena kedudukannya di sisi Allah”. Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah tolong beritahu kami siapa mereka?” Rasulullah SAW menjawab : “mereka adalah satu kaum yang cinta mencintai dengan Ruh Allah tanpa ada hubungan sanak saudara, kerabat (keluarga) diantara mereka, serta tidak ada hubungan harta benda (bisnis) yang terdapat pada mereka. Maka demi Allah wajah-wajah mereka sungguh bercahaya (berada di atas mimbar bercahaya), sedang mereka tidak takut apa-apa dikala orang lain takut dan mereka tidak berduka cita dikala orang lain berduka cita”. (HR. Abu Daud)

Dengan beberapa kekecualian, kita terlahir sebagai seorang manusia yang disebut sebagai makhluk sosial. Makhluk yang tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lainnya. Namun dalam mencintai dan menuju pendar wajah dengan cahaya, kita perlu membuat pengecualian bahwa
“Makhluk sosial berarti kita tidak bisa hidup tanpa mencintai orang lain dan tanpa menebar bantuan dan kebaikan di beranda rumahnya”
Karena sejatinya, jika kita menyerap makna makhluk sosial itu dengan definisi kita tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya, maka kita akan membuka frame berpikir yang berfokus pada butuhnya kita akan bantuan orang lain. Bukan pada perbuatan apa yang bisa kita lakukan untuk senantiasa menebar bunga manfaat pada setiap pot-pot kehidupan orang lain.

Satu hal yang harus benar-benar kita ketahui adalah menjadi sekumpulan orang yang bahkan para anbiya dan syuhada iri pada kita adalah bukan hal yang sederhana. Kita menjadi sekumpulan bunga yang hidup bersama pada taman bernama kehidupan, lalu kita mencintai bebunga yang lain karena Allah. Meski kita hanya kaktus yang baru datang, tapi kita mencintai edelweis maupun dandelion dengan tulus. Atau juga sebaliknya, semuanya bermuara pada satu tujuan yaitu: MardhatiLlah. Meraih ridho Allah SWT, ah indahnya.

Maka arti pendar cahaya pada pias wajah ini adalah selalu memancarkan kebaikan pada sekeliling kita yang kita cintai karena Allah. Semua yang kita lakukan adalah perbuatan-perbuatan yang Allah cintai sehingga tersebutlah kita di kolong-kolong langit sebagai hamba yang Allah cintai.

“Jika seseorang mencintai saudaranya karena Allah, maka kabarkanlah bahwa Allah mencintainya.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

***


“Sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai, kamar-kamarnya di surga nanti terlihat seperti bintang yang muncul dari timur atau bintang barat yang berpijar” Lalu ada yang bertanya, “siapa mereka itu?”, “mereka itu adalah orang-orang yang mencintai karena Allah ‘Azzawajalla. (HR. Ahmad)


Saling mencintai karena Allah sungguhlah sebuah kelopak bunga yang paling indah yang bisa kita letakkan pada pandora kehidupan kita. Lalu kelak kita akan membersamai orang-orang yang kita cintai untuk sama-sama membuka kotak pandora itu bersama, lalu menyambung kelopak-kelopak itu menjadi bunga yang indah. Kelak, di Syurga-Nya.

Jua mencintai karena Allah memberi kita batu bata terbaik untuk kita simpan pada pandora, lalu menyimpannya bersama setapak yang dilalui sang waktu. Setelah itu kita akan membukanya bersama dengan orang-orang yang kita cintai karena Allah. Sehingga kita bisa membangun menara cahaya untuk kita semua, yang menerangi dan indah. Kelak, di Syurga-Nya.

Sehingga sesungguhnya sahabatku, mencintai karena Allah adalah lembaran suci nan putih yang dapat kita tarik dari kotak kehidupan kita. Lalu bersama lembaran itu kita lukis kebersamaan kita bersama saudara terkasih dengan kuas ukhuwah yang warna-warni. Indah dan merekah.

Maka pesan dari hamba Allah yang masih penuh sekali dengan kedhoifan dan kelemahan ini. juga masih seringkali melumuri kehidupannya dengan kekejian dosa. Di samping semua kelemahan itu saya sangat ingin berpesan: Mari kita tebarkan cinta penuh cinta penuh cinta dan sepenuh cinta karena Allah.



Salam,
A Awwabin

-saat hujan pada sore dauroh murobbi

Terima Kasih, Sudah Berkenan Membaca

Jika Manfaat, mari bagikan ^^

Comments

    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment

Bagaimana Menurut mu? :)