Ibu Mengapa Begitu Jauh

Aku terlahir dari rahim seorang ibu bernama Fatimah, nama nya indah sekali seperti nama anak Rasulullah yang begitu agung, Fatimah Binti Muhammad. Mungkin sama dengan fatimah binti muhammad yang menikah dengan ali bin abi tholib yang begitu miskin, ibuku juga menikah dengan seorang laki-laki yang begitu miskin kala itu. Lalu apa yang menjadi kelebihan dari ali atau ayahku sehingga kedua wanita bernama fatimah ini memilih untuk menikahi lelaki miskin? Agamanya.

Aku terlahir dari seorang ibu piatu yang ayahnya menikah lagi, anak satu-satunya dari istri pertama kakek. Besar dan berkembang dalam asuhan neneknya yang sudah cukup tua untuk mampu memberikan perhatian sebagaimana seorang ibu. Tapi sama sekali tidak pernah aku dengar keluhan tentang berbagai takdir pahit yang dihadapi ibundaku. Beliau yang terbaik.

Aku terlahir dari seorang perempuan yang melepas masa lajangnya cukup belia, umur 16 tahun kala itu. Ketika tiba saatnya untuk menikah ibundaku memiliki 2 pilihan, antara menikahi ayahku atau seorang lelaki lain yang seorang tentara. Lalu turun dari tarbiyah nenek-ku yang begitu kental dengan agama, ibuku memilih ayahku yang meskipun jauh lebih miskin dari si tentara tetapi memiliki pemahaman agama yang jauh lebih mendalam. Ayahku ketika itu berumur 25 tahun. 9 tahun perbedaan umur mereka ketika itu.

Aku terlahir dari seorang wanita yang melahirkan sebelas kali, membesarkan 10 anak karena kelahiran pertama berakhir prematur tanpa nyawa. Kemudian harus menanggung pedih ditinggal menuju surga oleh 2 orang anaknya. Kini kami delapan bersaudara adalah nyawanya, sayap-sayapnya menjalani kehidupan.

Kini aku harus menerima kenyataan bahwa wanita luar biasa itu berada ribuan kilometer jauhnya dari tempatku berada. Perempuan luar biasa itu hanya bisa aku bersama selama setengah umurku saja, sisanya aku berada sangat jauh darinya. Ribuan kilometer untuk sesuatu bernama menuntut ilmu. Aku merasa kan kehampaan luar biasa setiap kali merindukan ibunda. Aku sangat ingin senantiasa bersama nya di masa masa tua beliau.

Ibundaku selalu menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah SWT, ibuku selalu menghiasi sepertiga malam dengan tahajud, puasa senin dan kamis, melewati setiap jenak pagi dengan lantuanan dzikir dan ayat suci. Menghadiri pengajian-pengajian, meski umurnya sudah tidak muda lagi akan tetapi ibundaku selalu memiliki kekuatan lebih ketika harus berjalan untuk mendatangi pengajian berkilometer-kilometer jauhnya. Selalu menjaga hubungan baik dengan sanak saudara.

Aku mencintai ibu melebihi yang mampu aku ungkapkan. Aku merasa sangat beruntung memiliki ibu yang begitu luar biasa, mendidik kami anak-anaknya untuk lebih mengutamakan agama dibanding dunia. Mengajarkan kami tata krama, mengajarkan kami kerendahan hati.

Kini rasanya ribuan kilometer ini memanjang, terasa semakin jauh dari ukuran jarak sebenarnya. Rasa nya aku sangat jauh dari ibundaku, aku sangat merindukan beliau ada disini. Sungguh.

Salam hangat untuk ibunda,


Padang Bulan 2015

Terima Kasih, Sudah Berkenan Membaca

Jika Manfaat, mari bagikan ^^

Comments

    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment

Bagaimana Menurut mu? :)