1.

Lebaran adalah lembaran, selalu mampu mengajak orang-orang pulang. Lebaran kali ini aku harus lah pulang, menatap tumpukan pualam di sungai belakang rumah nenek ku. Mengunjungi makam ayahku. Melihat burung-burung, awan demi awan keluar dari tawa keponakanku. Aku musti pulang.

2.

Lebaran di desa ku biasa aja, tidak lah se-ramai maulid nabi. Tetapi momen lebaran adalah momen perjumpaan, momen menyatukan rindu-rindu dalam bejana yang sama, lalu menikmati kehangatannya bersama keluarga. Duduk berhadap-hadapan di dipan depan rumah kami. Melihat pepohonan yang berbaris seolah sedang sholat berjamaah.

3.

Beberapa hal dari desaku berubah ketika aku terakhir kali pulang. Sekolah dasar tempatku dulu belajar kini sudah memiliki beberapa gedung, tidak seperti waktu aku dulu di sana, kami hanya punya 2 kelas yang kami bagi 2. Kini sekolah ku begitu kokoh, mudah-mudahan penanaman islam ke dalam jiwa adik-adik di sekolah ini juga kokoh, karena beberapa di antara nya ku lihat merokok, berkata kasar dan memiliki dambaan hati. Yah, memang hanya beberapa.

4.

Panti Asuhan tempat-ku dulu dibina juga sudah berubah. Kini gedung nya ada 4, dahulu ketika aku pertama di sana hanya ada satu gedung, kami tidur dalam satu kasur tiga orang, kadang 5 orang. Lemari kami ukuran setengah meter. Tapi kami sama sekali tidak merasa menderita. Kami menderita hanya ketika waktu sholat datang, dzikir nya terlalu lama, membuat kami mengantuk. Sialnya, mengantuk ketika dzikir adalah kesalahan, satu anggukan kantuk berarti satu lebam. Mudah-mudahan ini juga ikut berubah dari panti ini.

5.

Setiap lebaran kami sholat di tempat guru ngaji kami. Setelah sholat kami bersalaman satu sama lain, kemudian pulang ke rumah, menyantap ketupat. Sungguh bagi perantauan sepertiku, ketupat lebaran adalah permata, hanya aku jumpai 2 tahun sekali.

Lebaran kali ini aku harus pulang, aku ingin melihat lagi perubahan, mudah-mudahan ke arah yang baik.


Medan 2015