Rindu Bersembilu (Ibu)

[sumber KisahIbu]

Terkisah dari Abu Hurairah radiyallahuanhu, dahulu lelaki berwajah santun dan senantiasa renjana, Muhammad PBUH di datangi oleh seseorang yang membawa sebuah pertanyaan yang akan menjadi pemberlajaran yang demikian penting bagi kita.

‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ 
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ 
Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ 
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ 
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ 
Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ 
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ 
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’ (HR Bukhari)

Sungguh mekar bunga-bunga ketulusan dalam setiap semburat senyum ibunda, beliau mengandung kita sembilan bulan seolah sembilan tahun, karena kondisinya yang ‘payah, lalu bertambah-tambah’ dan kemudian bertaruh nyawa dalam setiap desis nafasnya saat melahirkan, seolah bertasbih kepada Tuhan, menuang doa kesholehan pada anak yang hendak dilahirkan. Begitu cintanya ibunda kita sehingga Rasulullah melalui sabdanya yang mulia menyampaikan salam cinta pada setiap ibu dan calon ibu di dunia ini. Beliau shalallaahu ‘alaihi wasallam memberikan jawaban yang memuliakan setiap bulir keringat yang berlomba berlari di pipi keseharian seorang ibu.

Kemudian ibunda menyusui kita dengan menahan kantuknya, membersihkan kotoran kita dengan tangan kirinya. Senantiasa mendahulukan kita dalam setiap makanannya, mendahulukan kenyang kita dibanding lapar dirinya, mendahulukan dahaga kita dibanding haus kerongkongannya. Sungguh wajar lebih dari 1400 tahun yang lalu, beliau shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (HR Bukhari)

Imam An-Nawawi dalam Syarah Muslim XII mengulas bahwa dalam hadits ini kata ‘durhaka’ dikatakan terhadap ibu; menunjukkan kemuliaan seorang ibu yang jauh melebihi kemuliaan seorang ayah.

Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari V jua memberi penjelasan bahwa: “Dalam hadits ini disebutkan ‘sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.” 

***

Saya terlahir di sebuah desa di sudut pulau Bali, Indonesia. Terlahir dari seorang ibu sebagai anak ke-8 dari 10 bersaudara. Dalam pandangan saya sebagai anak paling belia (laki-laki), saya sama sekali tidak kekurangan kasih sayang orang tua saya, bahkan saya merasa saya-lah yang paling disayang oleh beliau, sebagaimana dirasakan oleh kedua adik saya. saya sampai sekarang belum jua mengerti.

Suatu hari saya pernah ditampar oleh ibu saya, ketika itu saya masih duduk di kelas 4 SD. Karena kenakalan saya di asrama, ibu saya harus dipanggil menghadap dan lalu ketika setelah bertemu dengan pengurus asrama tempat saya tinggal, ibu saya memanggil saya dan menampar saya. saat itu tidak rasa kesal maupun malu yang saya rasakan, justru rasa cinta yang malah makin membuncah kepada bidadari berwajah ikhlas ini. Ibu saya.

Beberapa tahun kemudian saya mengerti, ternyata tamparan itu memiliki makna ganda; “bahwa ‘kenakalan’ jenis yang ini jangan lagi diulangi nak”; dan yang kedua adalah untuk mengobati sakit hati pengurus asrama saya terhadap kenakalan saya; karena mungkin saja jika ibu saya hanya menasihati, pengurus asrama akan melihat ibu saya memaklumi kenakalan saya saat itu yang sudah mencapai tingkat stadium 4. :)

Ibu saya mengerti secara mendalam filosofis menyelesaikan permasalahan anaknya. Anaknya yang ke-delapan.

Pernah juga suatu hari saya membuat ibu saya kesal yang mendalam (astagfirullahal adzim), ketika itu saya harus kembali meninggalkan desa saya untuk kembali ke tempat saya menimba ilmu. Ketika itu saat hendak packing, ibu saya seperti biasanya mendahului untuk merapikan dan menyiapkan setiap pakaian yang hendak saya bawa, semua sudah tersusun rapi. Ingin hati tak mau melihat ibu saya lelah, saya menyampaikan tutur kepada ibunda untuk tidak usah repot-repot membantu saya, tapi ibu saya tetap membantu, dan akhirnya ketika ibu saya terus bertanya tentang barang apa saja yang hendak saya bawa. Saya (dengan kebodohan dan rendahnya ilmu saya) malah meninggikan sedikit suara saya demi mengatakan agar tidak usah repot-repot, dan hasilnya beberapa saat kemudian ibu saya menghilang. Begitulah ekspresi kesal dari cinta pertama saya ini. Sangat kemudian sangat menyesal dan Allah langsung menegur saya dengan ketinggalan beberapa barang penting yang seharusnya tidak mungkin saya lupa. Ah maafkan ananda yang begitu durhaka ini ibunda.

Dan benar saja, seorang ibu, jauh sebelum kita melakukan kesalahan. Sudah mempersiapkan sekerat maaf yang siap beliau bagikan pada setiap satu kesalahan kita, dan tidak akan pernah kehabisan stok, bahkan hingga kita atau beliau berkalang tanah. Maka ketika saya tiba dan menghubungi beliau untuk meminta maaf, beliau sudah menjawab dengan jawaban seolah-olah saya baru saja memberikan kebanggan yang besar kepada beliau. Sungguh saya malu.

Maka melalui tulisan sederhana nan singkat ini, ananda menyampaikan salam rindu bersembilu kepada ibunda tercinta. Semoga tasbih doa setiap lima fardhu mampu sedikit-demi-sedikit mengampuni dosa durhaka ananda dan jua mampu menghantarkan ibunda kepada kemuliaan di dunia, dan jua ke syurga-Nya.

Dan salam cinta jua untuk ayahanda di syurga sana, sampaikan salam hangat dari pendekarnya yang paling kecil. Ananda akan terus memperbaiki diri dan terus memantaskan diri menjadi anak yang baik yang in sya’a Allah akan bermuara pada ‘menjadi’ hamba yang baik.
Amin Allahumma Amin.



Abi Awwabin
Padang Bulan, 22 Desember 2013
sebelumnya: Memeluk Ibunda (tulisan tentang ibu)

Terima Kasih, Sudah Berkenan Membaca

Jika Manfaat, mari bagikan ^^

Comments

2 comments:

  1. akhirnya saya membaca tulisan ini setelah sekian lama hadir di blog ini.
    .....
    .....
    .....
    #tak mampu berkata-kata.
    Tulisan ini benar2 menampar. tamparannya terasa sampai ke hati. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih kak :)
      terima kasih lagi karena sudah berkunjung ...

      Delete

Bagaimana Menurut mu? :)