Tabir dan Prasangka


“Sesugguhnya AKU, Sebagaimana Perasangkaan Hamba-KU” –Hadits Qudsi
Sahabat, ketika malam menjelang, dan rembulan menyeruak membelah kelam malam dengan cahayanya. Terangnya tak memudar bahkan disisi tergelap sekalipun. Selalu saja kita akan membayangkan hari esok yang menawan, hari esok penuh harapan.

Kita tak bisa menjamin esok hari adalah hari yang baik bagi kita, sebuah tabir bernama “masa depan” menghalangi kita. Tapi kita selalu siap terlelap setiap malam, demi menyongsong sebuah hari baru, mentari baru, langkah baru. Kita tak pernah tahu apa yang terjadi, yang kita lakukan hanya sebuah kata mendasar: Berbaik Sangka

Jua kita tak pernah tahu bagaimana masa depan akan jadi ketika hari ini kita merajut mimpi. Mengokohkan akarnya, menyiapkan batang dan tangkainya, agar kelak ketika pohon masa depan ini berbuah, buahnya manis tak ter-tara. Kita tak pernah tahu dan kita tetap menjalaninya dengan penuh optimisme. Karena sebenarnya optimisme adalah buah manis dari baik sangka.

Seandainya kita tak lagi mau membawa sangkaan kita pada kebaikan, maka kita tak akan pernah berbaring, karena kematian seringkali di ranjang. Kita tak akan nyaman makan, karena virus dan bakteri tak lagi bisa kita kontrol, dan kita tak akan berani berkendara atau pun melakukan perjalanan. Lagi-lagi karena semua kejadian yang mungkin terjadi tak bisa kita prediksi.

***

Dahulu pada masa ‘Abasiyah, saat kesultanan memimpin negeri sendiri-sendiri. Termaktub sebuah kisah kecil dari seorang budak muslim yang begitu memberi gambaran jelas, bahwa dia membangun hidupnya dengan kuas baik sangka. Lukisannya akan indah, berwarna dan sedap tak dinyana untuk dipandang.

Seorang budak pada masa itu bekerja untuk kesultanan setiap hari kecuali hari jum’at, maka setiap hari jum’at ia gunakan untuk mengumpulkan koin demi koin dirham. Hingga suatu hari dia merasa cukup, ia menghadap tuannya untuk menebus dirinya pada sang majikan.

“tuan” tuturnya, “seandainya aku membayar kepadamu dengan harga yang sama saat dulu engkau membeliku, apakah aku akan merdeka?”
“Ya Bisa..”
“nah ini dia” sembari menunjukkan sekantung dirham kepada tuannya,

Maka sang majikan dengan sangat gembira menyambut budaknya tersebut, memeluknya dan mengucapkan selamat, lalu ia mengambil setengah dari isi kantung itu dan memberikan setengahnya lagi kepada si budak.
“ini setengahnya untukmu, aku ingin menjadi bagian dari tangan Allah yang telah membebaskan mu sebagai budak”

Dengan penuh syukur dan keharuan, sang budak berujar “aku sama sekali tidak tahu tuanku, apakah kebebasanku ini rahmat atau musibah” sembari berkaca-kaca “tapi aku hanya berbaik sangka pada Allah SWT.”


Disarikan dari buku “Dalam Dekapan Ukhuwah”
Karya Salim A Fillah


p.s

Bagi anda yang ingin bertemu langsung dengan Ust Salim A Fillah, tanggal 17-19 Oktober 2013, akan ada Dakwah Expo 6 yang diselenggarakan oleh UKMI Ad-dakwah USU. Bertempat di Aula Teknik USU, bagi anda yang tertarik silahkan menghubungi 085762437237 (helen) untuk pemesanan tiket.

Atau anda bisa cek twitternya: @dakwahexpo6 @addakwah_usu / fb: DX-6

Terima Kasih, Sudah Berkenan Membaca

Jika Manfaat, mari bagikan ^^

Comments

    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment

Bagaimana Menurut mu? :)