Serupa Sungai Kecil Yang Terbelah


“Ilmu enggan terhadap pemuda yang congkak, laiknya banjir enggan terhadap tempat yang tinggi”

Kehidupan serupa air yang mengalir, melata terus ke ujung waktu. Dalam sela-sela itu, kita selalu dihadapkan pada banyak hal yang baru. Kita belajar menuai inchi demi inchi pengetahuan demi memperkuat pijakan.

Dalam Al-Ihya karya Al-Ghazali, menuntut ilmu memiliki konsepsi tersendiri yang harus dipahami bagi kedua pihak. Murid yang serupa pengembara yang kehausan dan jua bagi guru nan seperti mata air. Ada ‘adabul dan wazhifah lahiriyah yang harus dipenuhi.

Said bin Muhammad Daib Hawa merangkainya menjadi se-dasa bagian nan penting untuk diketahui. Ilmu serupa binatang buruan, tapi juga serupa susu nan penghilang dahaga. Maka yang terpenting dari rangkaian adab menuntut ilmu adalah mendahulukan kesucian jiwa daripada kejelekan akhlaq dan keburukan sifat. Ilmu selaiknya ibadah bagi hati, sholat bagi jiwa dan peribadatan batin kepada Allah Jalla Jalaluhu. Maka selayaknya sholat bagi zahirnya anggota badan, tidak sah kecuali dengan mensucikan diri yang zahir dari hadats besar dan kecil, maka demikian pula menuntut ilmu, haruslah didahului dengan kesucian batin dari berbagai kotoran Akhlaq dan najis-najis sifat.

“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis” (At-Taubah 9)

Dalam ayat nan agung itu jelas bahwa kesucian seseorang bukan-lah berdasar pada kesucian lahiriah saja, karena bisa saja seorang musyrik bersih jasmani-nya, tapi tidak demikian dengan hatinya. Maka najis bermakna wajib dijauhi dan dihindari. Namun yang terpenting adalah menjauhi sifat yang kotor nan merugikan. Karena selain kotor, sifat tercela juga mendekatkan kita pada kehancuran.

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya…” (Al-Ahzab 4)

Kemudian adab kedua mengajak kita melepaskan diri pada jerat keterikatan akan kesibukan nan duniawi. Tentu saja kita tak melepas urusan di kolong langit, akan tetapi jangan biarkan diri kita terjerat, karena ikatan dan jeratan itu akan menyibukkan dan memalingkan kita.

Allah mencipta hati selaiknya ayat Al-Ahzab tadi, tak akan berjumlah dua, maka kita tidak akan bisa mencintai dua hal sama besarnya. Dan pikiran yang membelah menjadi dua hal akan memecah dan menyamarkan berbagi hakikat. Sehingga dikatakan “Ilmu tidak akan memberikan kepadamu sebagiannya sebelum kamu menyerahkan seluruh jiwamu.”

Pikiran terpencar pada berbagai hal yang berserakan selaiknya sungai kecil yang airnya terpencar kemudian sebagiannya diserap oleh tanah, dan sebagian lain dihisap oleh udara sehingga tak ada yang terkumpul apalagi sampai pada tujuan.

Terima Kasih, Sudah Berkenan Membaca

Jika Manfaat, mari bagikan ^^

Comments

    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment

Bagaimana Menurut mu? :)