Lalu Siapa Yang Cacat?



Jika kita hanya melihat kekurangan seseorang, jika kita hanya melihat cela dari seseorang, tanpa pernah melirik pada kelebihan yang bisa dia hasilkan. Lalu siapakah yang buta?

***

Begitu tulisan yang sangat menyodok ini termaktub pada sebuah tembok di pulau bali sana. Tepatnya di sebuah panti yang dihuni oleh orang-orang yang kurang beruntung —yah bagi kita yang sulit sekali mengerti hakikat syukur.

Pertanyaan yang terus muncul adalah sebenarnya siapa yang cacat? Mereka yang tidak memiliki anggota tubuh lengkap seperti kita, atau kita?

Kita yang sama sekali tak mendengar jeritan anak-anak jalanan yang terus mengais demi sesuap nasi, kita yang tak mendengar kakek tua yang tersungkur di pinggir jalan karena perutnya tak jua terisi setelah 3 hari lamanya. Lalu siapakah yang tuli?

Kita yang sama sekali tak bersuara demi keadilan saudara-saudara kita yang terdzholimi, kita yang hanya menatap nanar tanpa tindakan, pada saudara kita yang dibantai di negeri nun jauh di sana, kita yang tak berani bersuara demi keadilan anak-anak sang fajar, yang memaksakan kerongkongannya berteriak demi mendengar gemerincing recehan dating. Sekarang siapakah yang bisu ?

Lalu kita yang sama sekali tak bertindak pada semua fenomena negeri islam ini, kita yang sama sekali tak berjalan ke pinggir-pinggir jalan untuk menyapa para pemulung, membelikannya sebungkus nasi. Kita yang sama sekali tak mampu mengangkat tangan kita sedikit lebih tinggi dari tangan mereka, untuk memberi sedikit yang kita miliki. Pertanyaannya, siapakah yang kini lumpuh kawan?

Lagi-lagi sekarang pertanyaannya adalah, siapakah yang cacat? Kita atau mereka kawan?

Saat aku lihat tayangan tentang panti tersebut di acara kick andy on location, justru mereka yang menurut kita cacat justru mendirikan sebuah panti yang menampung orang-orang yang senasib dengan mereka. justru berkarya untuk orang lain bukan malah mengeluh atas kekurangannya, tak seperti kita yang mengeluhkan uang jajan, atau padatnya tugas yang harus kita selesaikan. Mereka tidak mengeluh kawan!

Maka sahabatku semua, dunia yang begitu sempit dan begitu singkat ini, bukanlah tentang apa yang kita miliki, tapi tentang apa yang kita bisa berikan. Bagi saudara kita yang jauh lebih membutuhkan. Mari sama-sama kita bangun mental-mental terbaik. Saya belajar dari seorang trainer bernama Jamil Azzaini bahwa mari kita bangun mental to give bukan mental to get. Maka kita akan lebih sering memberi daripada meminta, tak peduli seberapa sedikit yang kita miliki.

Salam hangat, mari kita seduhkan secangkir cinta bagi sekitar kita, mari kawanku.

A. Awwabin
Ingin mengobrol dengan saya? silahkan via twitter @27aboy

Terima Kasih, Sudah Berkenan Membaca

Jika Manfaat, mari bagikan ^^

Comments

    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment

Bagaimana Menurut mu? :)