Pernah Lalu Pendam


Pernah membayangkan terjebak sebuah rasa yang bahkan tidak boleh diungkapkan? Rasa yang rasanya membuat diri kita menjadi semakin tidak layak disebut sebagai pribadi yang ‘pantas’. Saya pernah dan seringkali melihat orang lain merasakan itu. Banyak sekali cara orang mengekspresikan rasa semacam ini, bahkan ada yang mengambil jalan pintas agar rasa ini bisa tersalurkan. Dan biasanya jalan pintas yang diambil selalu saja tidak menghasilkan apa apa selain menambah beban ataupun memperberat perasaan itu sendiri.

Pernah membayangkan ketika anda berharap sesuatu tidak terjadi karena takut hal itu melemahkan tetapi hal itu malah terus menerus terjadi. Semua prediksi akan hal yang akan melemahkan tersebut selalu saja terwujud di hadapan kita. Dan kita hanya bisa mengelus dada agar tidak terjebak dalam rasa yang demikian itu.

Pernah terjebak dalam malam yang tidak bisa kau tinggalkan untuk beranjak ke dalam peraduan. Terjebak untuk mengisi dengan hal yang bermanfaat tetapi malah terlena. Mengutuk sudut malam yang semakin mendekat sedangkan ingin belum juga beralih tempat.

Sebenarnya ekspresi selalu saja memancing pemikiran lain yang menggoda. Memenuhi rongga dada hinga sentrion terkecil untuk direguk jiwa. Penuh dengan kehinaan diri tapi putih dengan kemuliaan ingin. Dan niat seringkali bias di antara keduanya.

Mengalung harapan pada sebuah sosok adalah kecocokan beberapa hal. Hanya saja nilai yang dikandung tak lagi bisa dihitung. Menatap wajah seriusnya seringkali melinglungkan. Apalagi ramah tamah yang terlihat.

Jika pernah terjebak maka seharusnya dipendam. Biarkan ia meleleh dalam bait bait setapak. Menjadi kerikil berwarna putih yang terus memendarkan cahaya matahari. Memberi ruang bagi embun untuk menguap. Tidak menutupinya.

Jadi jika pernah maka seharusnya pendam..

Abi Awwabin
Padang Bulan, Maret 2014

Terima Kasih, Sudah Berkenan Membaca

Jika Manfaat, mari bagikan ^^

Comments

    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment

Bagaimana Menurut mu? :)