Gelar Yang Kini Tertakdir Terkejar





Sebenarnya, dengan beberapa perumpamaan sederhana, kita tengah berada dalam sebuah perjalanan tak sederhana. Sebut saja kita menumpangi sebuah perahu, atau kita anggap sedang berjalan kaki. Tak apa, keduanya sama. Keduanya dapat dengan sangat baik menggambarkan bagaimana hakikatnya kita sekarang.
“Kita hidup di dunia perumpamaannya seperti seseorang dalam perjalanan, lalu ia beristirahat di bawah pohon, dan lalu ia melanjutkan perjalanannya” (Al-Hadits)
Kita sedang sama-sama tertakdir untuk mengikuti sebuah perjalanan pendek dan sangat sebentar. Kita menutur pada hal yang sama tetapi seringkali memilih mimik wajah yang berbeda. Sangat berbeda, sehingga di akhir perjalanan yang kita dapati seringkali berbeda adanya. Tetapi gelar yang akan melekat pada kita saat kelak di akhir perjalanan di Wisuda-Nya, akan tetap sama. Seberapa banyak pun matakuliah kehidupan yang kita ambil, seberapa baik-pun matakuliah itu kita pahami. Kita akan sama bergelar: Almarhum(ah)

Sebut saja sekarang kita di sebuah semester kehidupan. Semester yang ukurannya bukan bulan, tapi jenjang pemahaman. Kita hanya akan berganti semester dan mampu naik berganti matakuliah hanya saat kita benar-benar memahami matakuliah kehidupan tersebut. Kita hanya akan berganti semester dengan dua kata mendasar: Pendewasaan pemahaman. Tidak boleh mengulang.

Maka pertanyaan yang seharusnya senantiasa kita layangkan pada langit-langit kehidupan kita adalah: berapakah IPK kehidupan kita, ketika kita di-Wisuda-Nya. Apakah kita memiliki predikat cumlaude, summa cumlaude atau sekedar lulus dengan IPK 2,75. Standard PNS.

Sebelum kita mencoba menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita menyadari bahwa waktu di dunia ini sangatlah singkat. Bahkan kita hanya berada pada sebuah persimpangan, yang kita tidak akan beristirahat di dalamnya. Seorang mukmin berada di dunia seperti seorang pejalan yang menuju destinasi akhirat. Dia tidak akan berhenti berjalan melainkan terus melakukan kebaikan, sehingga laiknya orang yang tidak pernah berhenti berjalan, dia akan cepat menjumpai Wisuda. Tanpa skripsi, kita hanya membawa transkrip nilai kehidupan kita.
“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (An-Naazi’aat:46) 
Gelar yang tertakdir terkejar itu adalah almarhum. Maka kita sangat tahu bahwa saatnya akan segera tiba, tidak menunggu, tidak ditunda dan tidak juga salah sasaran. Sebelum gelar tersebut benar-benar menghiasi tautan nama kita, seyogyanya kita senantiasa berbuat dan bekerja kebaikan setiap runut detik yang kita langkahi. Karena ketika kita mencapai saatnya ber-Wisuda, nilai-nilai tersebut akan segera menjadi IPK kita, dan tak akan ada ujian khusus atau mengulang pelajaran kehidupan yang setiap hari tersaji dalam jenak kehidupan kita.

Hidup adalah sehelai putih, terlahir begitu
Menghirup pelan nafas, lalu menghembusnya perlahan
Berlari sejenak atau terkedang berjalan khidmat
Dalam setapak sebenarnya, kita tahu dedaunan itu layu

Kita terus menyirami dengan seteko doa kehidupan
Mengharap makbul menjadi dandelion, bebunga bermekaran
Menitip salam bersama malam, meramu rindu
Bersimpuh alma’tsurat bersama shubuh nan syahdu

Kita tahu bahwa cinta-Nya tak pernah tabu
Maka kita datang berkepak sayap sendu
Mengharap hidup yang layu kuyu menjadi gebu
Hingga tiba saat melepas fana dengan sendu

Terima Kasih, Sudah Berkenan Membaca

Jika Manfaat, mari bagikan ^^

Comments

    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment

Bagaimana Menurut mu? :)